Analisis Cerpen Ngurah Parsua
MIRAS
TAK DILARANG OLEH TUHAN, HANYA ORANG BODOH YANG MEMBUAT PERATURAN
Tuhan
tidak pernah melarang manusia melakukan dan memikirkan apapun. Manusia
sendirilah yang membuat pemikiran dan idiologi busuk yang mereka pun tak pernah
bisa mentaatinya atau mematuhinya. Hanya orang-orang bodoh yang memikirkan
hidup itu harus sejalan dengan perintah Tuhan. Tuhan tidak pernah membuat
peraturan yang mengatur hidup manusia di bumi, manusia bebas melakukan apapun
sesuka mereka semasih manusia itu hidup. Tuhan tidak akan memberikan hukuman
apapun kepada manusia yang berbuat salah. Tuhan memciptakan manusia hanya untuk
menikmati hidupnya semasih manusia hidup di dunia ini. Manusia bebas melakukan
apapun sesuka hatinya yang bisa mebuat dirinya bahagia.
Seperti
itulah makna yang saya dapatkan dari sebuah cerpen Ngurah Parsua yang berjudul
“Miras”. Dalam cerpen tersebut diceritakan masyarakat yang berpikir bahwa hudup
tersebut adalah bertujuan untuk bersenang-senang semata. Dalam cerpen tersebut
beberapa tokoh selalu embicarakan hidup yang bahagia itu kita sendiri yang
menciptakan. Hidup tersebut todak perlu memikirkan apa-apa, yang harus
dipikirkan adalah bagaimana caranya mencari kebahagiaan. Apapun akan dilakukan
oleh beberapa tikoh tersebut untuk mencari kebahagiaan meskipun dengan cara
yang tidak benar. Prilaku dari tokoh-tokoh dalam cerpen tersebut sangatlah
tidak baik dan memeang menggambarkan kenyataan yang ada di lingkungan
masyarakat. Sikap yang ditunjukkan oleh beberapa tokoh tersebut memperlihatkan
kekecewaannya dengan penguasa negeri ini. Ada pula kritik yang ditujukan kepada
pemerintah, yaitu ada dalam kutipan dialog berikit,
“jangan khawatir, sekarang saya bosnya…
siapa bilang miras mau di tertibkan? Itu orang goblog.”
“memang goblog.” Tawa Tut De ngakak.
“katanya membikin orang malas, membuat otak berkarat, membuat banyak criminal,
perkelahian, pencurian, taklupa perkosaan dan pembunuhan. Apakah semua itu
harus dilarang? Korupsi siapa yang melarang…ha…ha…ha,”tawanya semakin keras
“kemiskinan siapa yang membuat?”
“Tuhan yang membuat?”
“semua goblog… Tuhan tak pernah melarang.”
Dari kutipan cerpen tersebut jelas
terlihat bagaimana pola pikir orang yang hanya memikirkan kebahagiaan semata
tanpa memikirkan hal yang lain.
Tak hanya menggambarkan tentang
pola pikir yang berkeinginan hidup mewah dan mendapatkan kebahagiaan dengan
cara apapun. Dalam cerpen ini pula menggambarkan pola hidup orang-orang yang
memiliki jabatan dan hidup seba ada. Pola hidup tersebut digambarkan dari
bagaimana tokoh-tokoh tersebut menghabiskan uangnya hanya untuk membeli minuman
keras atau miras. Setiap malam tokoh-tokoh tersebut menghabiskan uangnya hanya
untuk meneguk minuman itu. Karena terlalu banyak meminum minuman keras
tersebut, omongan-omongan yang akan keluar dari orang mabuk tersebut pasti
tidak akan terkontrol dan akan menimbulkan berbagai hal yang tak didinginkan.
Meminum minuman keras di Bali bagaikan sudah menjadi budaya di lingkungan
masyarakat. Pada setiap acara atau upacara agama yang diadakan oleh umat Hundu,
Bali. Arak atau tuak dan sejenis miras lainnya pasti menemani jalannya pacara
yang di laksanakan. Saya tidak tahu pasti sejak kapan dan dari mana budaya
meminum minuman keras tersebut dimulai dan dibudayakan. Orang Bali jika tidak
ada minuman keras di setiap acara pasti akan terasa kekurangangan sesuatu.
“ anak sekarang masih kecil sudah menjadi pemabuk. ,” Gusti Aji mengigau.
“Anak saya, biarkan saja menjadi pemabuk. Asal dia pintar mencari uang, tak
mengapa. Pintar kalau tak bisa menari uang tercuma. Pokoknya uang…uang…uang,”
mabuk tut de meningkat.
Dari kutipan cerpen tersebut
menyatakan bahwa, dari sejak kecil anak-anak sudah bergaul dengan
minuman-minuman keras karena orang tua mereka yang mengajarkannya sendiri.
Dalam pikiran orang tua mereka sudah tertanam pikiran hanya untuk mencari uang
dengan cara apapun tidak melihat resiko yang akan ditanggung.
Tak hanya miras, untuk mencari keuntungan
yang lebih, para tokoh digambarkan suka berjudi. Di sini sangat terlihat sekali
bahwa budaya orang Bali yang digambarkan dalam cerpen tersebut sangatlah rusak.
Dari mengonsumsi miras, mereka tidak mau tau apa yang dilakukan orang lain,
hanya ingin merasakan kebahagiaan, dan berjudi.
Ngurah Parsua ingin menggambarkan
sisi lain dari tokoh-tokoh yang hanya memikirkan kebahagiaan tersebut. Ada
seorang tokoh yang bernama Wayan Sangker yang sedang mencari adiknya Made Loka.
Wayan sngker sangatlah berbeda dari tokoh yang lainnya. Dia selalu memikirkan
kesalahan yang di perbuatnya, dan selalu memikirkan adiknya yang entah kemana.
Dapat saya simpulkan, dalam cerpen
ini Ngurah Parsua berusaha menunjukkan dua sisi pemikiran manusia yang berbeda.
Ada yang hanya memikirkan untuk mencari kebahagiaan, dan ada juga yang hanya
memikirkan bagai mana ia harus hidup seperti yang di katakana Tuhan. Ngurah
parsua juga menyelipkan beberapa kritikan kepada pemimpin di Negara ini. Ada
beberapa ut,ipan yang menjelaskan ketidak puasan masyarakat kecil yang selalu
tertindas. Sedangkan pemimpin yang ada bersenang-senang dengan korupsinya.
Kenapa minuman keras dilarang tetapi korupsi masih merajalela di Negara ini.
Jika aparat penegak hokum memang benar-benar ingin menegakkan hukum ,
berantaslah korupsi terlebih dahulu, janganlah mempermasalahkan masyarakat
kecil yang bahagia dengan kesederhanaannya. Miras tidak pernah ada yang
melarang tetapi pemakaiannya yang berlebih yang di larang. Larangan itupun
manusia yang membuat. Tuhan tidak pernah melarang ciptaannya berbuat dan
berpikir apapun. Manusia diciptakan untuk mencari kebahagiaan.
wah artikelnya keren. saya sangat menyukai kumpulan cerpen milik Ngurah Parsua.
BalasHapusoia? aku paling suka yang Pohon Sunyi.. @Bintang Yuniari
Hapus